Mesin Pencarian

Senin, 05 Januari 2009

Allah Nama Siapa?

Bulan Desember 2007 dunia dikejutkan keputusan Pemerintah Malaysia yang tidak memperpanjang izin terbit ‘The Herald,’ berita mingguan gereja Katolik, alasannya ‘The Herald’ menggunakan nama ‘Allah’ untuk menyebut Tuhan dan nama itu dianggap nama tuhannya agama Islam. Pada akhir Desember izin itu kemudian diberikan, namun penggunaan nama Allah tetap dilarang. Fanatisme kepemilikan nama ‘Allah’ juga pernah dilontarkan sekelompok kecil masyarakat di Indonesia namun karena tokoh-tokoh muslim menyadari bahwa klaim itu tidak berdasar maka kemudian dilupakan.

Sungguh menarik untuk dicermati, karena akhir-akhir ini, lagu ‘Rasa Sayange, Angklung, bahkan Reog Ponorogo’ dianggap milik Malaysia, dan kini nama ‘Allah’ bahasa Arab di klaim pula sebagai milik orang Malaysia, padahal orang Arab sendiri yang memiliki bahasa itu tidak mempersoalkannya dan nama ‘Allah’ bersama digunakan baik oleh orang berbahasa Arab yang beragama Yahudi, Kristen, maupun Islam. Injil pertama dalam bahasa Melayu (Corneliz Ruyl, 1629) sudah menulis nama ‘Allah’ didalamnya empat abad yang lalu.

Nama ‘Allah’ adalah nama untuk menyebut Tuhan semitik dalam bahasa Arab, dan nama ini sudah disebut jauh sebelum agama Islam hadir di abad-VII, sedini kehadiran bahasa Arab. Agama Semitik (Yahudi, Kristen, Islam) berasal dari rumpun keturunan Sem. Arphaksad adalah putra Sem yang menurunkan bangsa Ibrani (dikaitkan nama Eber cucu Arphaksad), dan Aram putra Sem menurunkan bangsa Aram dan Arab. Dalam hal bahasa, Aram lebih dahulu mengembangkan bahasanya dan nenek moyang bangsa Ibrani mengembangkan bahasa Ibrani dengan berakulturisasi dengan bahasa Kanani dan Amorit dan menggunakan abjad Kanani kuno (Funisia) yang kemudian berkembang dalam bentuk bulat karena pengaruh bahasa Aram.

Abraham berasal dari Mesopotamia dan berbahasa Aram, setelah hijrah ke Palestina, Ishak anaknya mengawini iparnya Ribka, saudara Laban yang tinggal di Mesopotamia, Laban dicatat Alkitab sebagai orang Aram berbahasa Aram (Kejadian 31:20,47). Yakub, putra Ishak dan Ribka, mengawini Lea dan Rachel anak-anak Laban yang berbahasa Aram juga. Jadi orang Israel (keturunan Yakub) mengikuti bahasa Aram bahasa nenek dan ibu mereka. Alkitab menyebut orang Israel adalah keturunan Aram (Kejadian 25:5).

Ensiklopedia Islam (Cyrill Glasse, hlm.49-50) menyebut bangsa Arab adalah masyarakat Semit keturunan Quathan (Joktan, anak Eber) dan juga Adnan (hlm.12-13) yang menurunkan keturunan Ismael (putra Abraham), jadi bangsa Arab merupakan keturunan Semitik, Ibranik dan Abrahamik juga. Bahasa Arab berasal bahasa kuno Aram dan aksaranya merupakan perkembangan dari aksara Nabatea Aram.

Nama Tuhan ‘El’ (Il) sudah lama dikenal di Mesopotamia, dan dalam dialek Aram nama itu disebut ‘Elah/Elaha (atau Alah/Alaha),’ di Israel disebut ‘El/Elohim/Eloah,’ dan dalam bahasa Arab disebut ‘Ilah/Allah.’ Kata sandang difinitif dalam bahasa Aram adalah ‘Ha’ yang diletakkan di belakang kata, dalam bahasa Ibrani diletakkan di depan (Ha Elohim), sedangkan dalam bahasa Arab kata sandang ditulis ‘Al’ diletakkan di depan (Al-Ilah). Jadi baik El/Elohim/Eloah, Elah/Elaha, dan Ilah/Allah menunjuk kepada Tuhan Monotheisme Abraham yang sama, baik sebagai nama pribadi maupun sebutan untuk ketuhanan.

Di Israel, nama ‘El/Elohim’ adalah nama Tuhan sebelum nama ‘Yahweh’ diperkenalkan kepada Musa (Keluaran 6:1-2), itulah sebabnya sebelum Keluaran tidak ada nama orang yang diberi identitas nama ‘Yahweh’ (seperti Eli’yah’) tetapi nama ‘El’ (a.l. Metusael, Ismael, Israel), dan sekalipun nama Yahweh sudah diperkenalkan, nama El tetap digunakan sebagai nama diri Tuhan. ‘El, elohe Yisrael’ (Kejadian 33:20;46:3) disetarakan dengan ‘Yahweh, elohe Yisrael’ (Keluaran 32:27; Yoshua 8:30). Dalam Perjanjian Lama, nama Elah/Elaha sudah ada dan ditulis pada abad-VI sM dalam kitab Esra yang ditulis dalam bahasa Aram dengan aksara Ibrani ‘Elah Yisrael’ (Allah Israel, 5:1; 6:14). Dalam Alkitab Aram Siria (Peshita) digunakan nama Elah/Elaha juga.

Setelah berkembangnya bahasa Arab, nama itu menjadi Ilah/Allah, dan orang-orang Yahudi yang berbahasa Arab dan orang Arab yang mengikuti kepercayaan Yahudi juga menggunakan nama Allah itu. Pada jemaat Kristen pertama sudah ada orang Arab yang percaya dan menyebut nama Tuhan dalam bahasa mereka sendiri (Kisah 2:8-11, yang tentunya ‘Allah’), dan rasul Paulus menyebut “Hagar adalah gunung Sinai di tanah Arab’ yang melahirkan anak darah daging Abraham (Galatia 4:21-31).

Pada masa jahiliah pra-Islam, sebutan ‘Allah’ pernah merosot dan juga ditujukan kepada Dewa Bulan/Air (di kalangan Ibrani, nama ‘Yahweh’ dan ‘Elohim’ juga pernah merosot digunakan untuk menyebut berhala Anak Lembu Emas; Keluaran 32:1-5;1Raja 12:28), namun Arab Hanif termasuk suku Ibrahimiyah dan Ismaeliyah tetap mempertahankan nama Allah sebagai nama diri Tuhan Abraham. Bahkan sebelum kelahiran agama Islam, nama Allah digunakan dalam pengertian nama diri Tuhan. Ensiklopedia Islam menyebutkan:

“Gagasan tentang Tuhan Yang Mahaesa yang disebut dengan nama Allah, sudah dikenal oleh bangsa Arab kuno, Ajaran Kristen dan Yudaisme dipraktekkan di seluruh jazirah.” (hlm.50).

“Nama “Allah” telah dikenal dan dipakai sebelum Alquran diwahyukan; misalnya nama Abd. Al-Allah (hamba Allah), nama ayah Nabi Muhammad. Kata ini tidak hanya khusus bagi Islam saja, melainkan ia juga merupakan nama yang oleh umat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja Timur, digunakan untuk memanggil Tuhan.” (hlm.23)

Dalam Al-Quran beberapa kali disebutkan bahwa nama Allah digunakan bersama oleh Umat Yahudi, Kristen dan Islam. Nabi Muhammad mengakui pada masa hidupnya sudah ada orang Yahudi dan Kristen yang menggunakan nama Allah. Dalam Al-Quran tertulis:

“(Yaitu) orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mereka mengatakan: Tuhan kami Allah, Jikalau tiadalah pertahanan Allah terhadap manusia, sebagian mereka terhadap yang lain, niscaya robohlah gereja-gereja pendeta dan gereja-gereja Nasrani dan gereja-gereja Yahudi dan mesjid-mesjid, di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sungguh Allah Maha kuat lagi Mahaperkasa.” (Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, QS.22:40).

Menarik untuk diketahui bahwa pada abad yang sama kelahiran agama Islam, terjemahan ‘Injil Muqqadas’ dalam bahasa Arab (643) sudah memuat nama ‘Allah.’ Pada abad sebelum Islam, inskripsi kalangan Kristen ‘Umm al-Jimmal’ menulis ‘Allahu Ghafran’ (Allah yang mengampuni) dan ‘Inskripsi Zabad’ (512) diawali ucapan ‘Bism al-ilah’ (Dengan Nama Allah, dalam kitab Esra 5:1 tertulis ‘Beshum Elah’ Yisrael). Satu abad sebelum ayah Nabi Muhammad lahir, dalam Konsili Efesus (431) hadir uskup Arab Haritz bernama ‘Abd Al-Allah.’

Dalam penemuan arkeologis tua lebih dari satu milenium sebelum kelahiran Islam ternyata ‘nama Allah’ sudah disebutkan sebagai nama diri dalam beberapa inskripsi yang ditemukan. Artikel ‘Allah Before Islam’ dalam ‘The Muslim World’ (Vol.38, 1938, hlm. 239-248) mencatat bahwa suku-suku Arab kuno ‘Lihyan’ dan ‘Thamudic’ yang bermukim di Jazirah Arab bagian Utara, meninggalkan inskripsi bertuliskan banyak nama ‘Allah’ sebagai nama diri. Pendahulu suku ‘Lihyan’ adalah suku ‘Dedan’ yang dalam Alkitab disebutkan sebagai keturunan Ketura, isteri Abraham (Kejadian 25:1-3). Kita mengetahui bahwa bahasa Arab diturunkan dari bahasa Nabatea Aram dimana nama Tuhan disebut ‘Allaha.’ Maka konsekwensinya, nama ‘Allah’ tertuju pada ‘Allah’ Abraham yang cikal-bakalnya adalah EL (el – ela – elah) atau IL (il – ila – ilah) semitik.

Dapat dimengerti mengapa agama-agama semitik sebelum Islam di kalangan berbahasa Arab sudah lama menggunakan nama ‘Allah.’ Jadi, nama Allah bukan nama Islam tetapi nama Arab untuk menyebut Tuhan Abraham dan El/Il semitik. Kini di negara-negara Arab, baik orang Yahudi, Kristen maupun Islam yang berbahasa Arab, semuanya menggunakan nama Allah tanpa masalah. Bambang Noorsena yang fasih berbahasa Arab dan pernah belajar selama dua tahun di Kairo menyebutkan bahwa di Kairo kota lama, dipintu gereja Al Mu’alaqqah ditulis ‘Allah Mahabah’ (Allah itu kasih) dan di pintu lainnya ‘Ra’isu al-Hikmata Makhaafatu Ilah’ (Permulaan Hikmat adalah Takut kepada Allah). Sinagoga ‘Ben Ezra’ menyebut bahwa dahulu disitu Rabbi ‘Moshe ben Ma’imun’ menulis buku ‘Al Misnah’ dan ‘Dalilat el-Hairin’ dalam bahasa Ibrani dan Arab dimana ‘El/Elohim’ diterjemahkan ‘Allah.’

Kini ada 29 juta orang berbahasa Arab yang beragama Kristen dan semuanya menyebut nama ‘Allah,’ dan di kalangan ini beredar empat versi Alkitab berbahasa Arab yang menggunakan nama ‘Allah.’ Maka dari sini jelas bahwa bagi orang-orang Arab penganut Yahudi, Kristen, dan Islam, nama Allah digunakan bersama tanpa rasa curiga sebab mereka menyadari bahwa semua mempercayai Allah Abraham yang sama, sekalipun tidak disangkal adanya perbedaan aqidah yang dipercayai oleh masing-masing mengingat ketiganya memiliki kitab suci yang berbeda. Olaf Schuman teolog Kristen yang tiga tahun mengajar dan belajar di Universitas Al Ashar, Mesir, mengemukakan bahwa:

“Memang tidak dapat disangkal adanya suatu masalah. Namun yang menjadi masalah ialah soal dogmatika atau ‘aqidah,’ sebab tiga agama surgawi itu mempunyai faham dogmatis yang berbeda mengenai Allah yang sama, baik hakekatnya maupun pula mengenai cara pernyataannya dan tindakan-tindakannya.” (Keluar Dari Benteng Pertahanan, hlm. 175).

Dalam terjemahan Alkitab ke bahasa Melayu, sejak awal nama Allah sudah digunakan. Daud Susilo, konsultan United Bible Societes, menulis:

“Dalam terjemahan bahasa Melayu dan Indonesia, kata ‘Allah’ sudah digunakan terus menerus sejak terbitan Injil Matius dalam bahasa Melayu yang pertama (terjemahan Albert Corneliz Ruyl, 1629). Begitu juga dalam terjemahan Alkitab Melayu yang pertama (terjemahan Melchior Leijdekker, 1733) dan Alkitab Melayu yang kedua (terjemahan Hillebrandus Corneliz Klinkert, 1879) sampai saat ini.” (Forum Biblika, LAI, No.8/1998, hlm. 102)

Alkitab berbahasa Melayu di Malaysia terbitan The Bible Society of Malaysia juga menggunakan nama ‘Allah.’ (Hal seperti itu dilakukan dalam penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Inggeris dimana nama Arab ‘Allah’ diterjemahkan ‘God’ dalam bahasa Inggeris). Dalam Alkitab dalam bahasa Indonesia, nama ‘Allah’ tetap digunakan melanjutkan Alkitab Melayu itu, karena di Indonesia, kata ‘Allah’ sudah lama menjadi bagian kosa kata bahasa Indonesia, karena itu di Indonesia penggunaannya sebagai nama ‘Tuhan Yang Mahaesa’ agama-agama Abraham/Ibrahim adalah umum.

Bila bangsa Arab pemilik bahasa Arab tidak mempermasalahkan penggunaan nama ‘Allah’ oleh agama-agama semitik, maka seyogyanya bangsa-bangsa non-Arab juga tidak mempermasalahkannya karena bukan bahasa mereka. Kesamaan nama ‘Allah’ yang disembah ketiga agama Semitik bisa menjadi perekat bahwa ketiganya sebenarnya bersaudara. Yang perlu disadari adalah bagaimana dalam keeksklusifan iman sesuai ajaran kitab suci masing-masing, agama bisa diamalkan dengan damai dan toleransi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar