Mesin Pencarian

Sabtu, 03 Januari 2009

Teologia Sistematika - Doktrin Kristus (Kristologi)

Setelah kita mengerti kasih Allah yang menyelamatkan manusia berdosa di dalam Kristus, mari kita akan meneliti kembali tentang Pribadi Kristus yang telah menyelamatkan kita ini.

5.1 Siapakah Kristus ? (Inkarnasi Kristus : Problematika dan Jawabannya)

Seperti pengajaran Alkitab, Tuhan Yesus Kristus adalah Pribadi kedua Allah Trinitas yang dilahirkan dari Allah Bapa. Kata “dilahirkan” jangan dimengerti dalam istilah dunia/harafiah, tetapi harus dimengerti secara kekekalan. Mazmur 2:7 merupakan penggenapan kedatangan Mesias yaitu Kristus, di mana Allah Bapa sendiri melalui Daud berfirman bahwa Dia lah yang memperanakkan Kristus (dikenal dengan Mazmur Mesianis). Pribadi Kedua Allah Trinitas ini berinkarnasi dengan menjadi manusia yang lahir di Betlehem dan dibesarkan di Nazaret. Banyak agama khususnya agama mayoritas di Indonesia menyatakan bahwa sungguh tidak masuk akal Allah bisa menjadi manusia. Bagi manusia berdosa, memang hal itu tidak masuk akal, tetapi bagi orang percaya, itu sangat masuk akal. Mengapa ? Perhatikan. Kalau Allah menjadi manusia itu tidak masuk akal, berarti orang yang mengatakan hal itu jelas menyangkali keMahakuasaan Allah. Kalau mereka mengakui Allah itu Mahakuasa, bukankah mereka secara sah harus mengakui bahwa Allah yang Mahakuasa juga berkuasa menjadi manusia ?! Ini yang dinamakan bebas yang benar-benar bebas, yaitu kebebasan yang mengikat kebebasannya. Banyak orang dunia meneriakkan kebebasan (liberty), lalu bertindak seenaknya sendiri dan akhirnya lama-kelamaan terikat oleh kebebasannya. Itu bukan kebebasan sejati. Kebebasan sejati adalah kebebasan untuk mengikat kebebasannya supaya taat kepada Tuhan. Pdt. Billy Kristanto memaparkan kedua perbedaan ini (antara freedom dan liberty) di dalam bukunya Ajarlah Kami Bertumbuh (Refleksi Atas Surat 1 Korintus).

5.2 Dwi Natur Kristus : Problematika dan Jawabannya

Apakah karena berinkarnasi menjadi manusia, natur Ilahi Kristus menjadi hilang ? TIDAK. Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The Defense of The Faith menyatakan, The Creed of Chalcedon has expressed all this by saying that in Christ the divine and the human natures are so related as to be ‘two natures, without confusion, without change, without division, without separation.’” (Pengakuan Iman Chalcedon telah mengemukakan semua ini dengan mengatakan bahwa di dalam Kristus, natur Ilahi dan manusia-Nya begitu berhubungan mengenai “dua natur tanpa kekacauan, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan.”) (Van Til, 1955, p. 16) Ini berarti natur Ilahi dan manusia di dalam Kristus tidak pernah : terbagi-bagi, tercampur atau terpisah atau mungkin malahan menjadi kacau. Kedua natur di dalam Pribadi Kristus adalah menyatu. Ketika Kristus melakukan mukjizat, banyak orang menganggap bahwa pada saat itu Kristus sedang menonjolkan natur Ilahi-Nya, sedangkan ketika Kristus disalib, natur manusia-Nya yang sedang menonjol. Hal itu salah, karena memisahkan masing-masing natur berdasarkan tindakan-Nya itu sama seperti memisahkan kedua natur Kristus dan itu bidat/sesat. Di dalam sejarah, hal ini sudah terbukti.

Ada ajaran/sekte yang mencoba mengajarkan bahwa Kristus itu bernatur Ilahi dan bukan manusia. Ini merupakan pengaruh bidat/ajaran sesat Gnostisisme pada abad kedua dan ketiga yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan jiwa ini baik, sehingga di dalam Gnostik “Kristen”, Kristus dipercaya hanya memiliki natur Ilahi, karena tak mungkin Kristus memakai natur manusia yang berdosa/jahat. Di dalam hal ini, tidak heran, Rasul Yohanes menuliskan, Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.” (1 Yohanes 4:1-3) Ketika Yohanes menuliskan suratnya, pengaruh Gnostisisme sudah meracuni keKristenan, oleh karena itu Yohanes memerintahkan anak-anak Tuhan untuk menguji segala roh dan membedakannya apakah roh itu berasal dari Allah. Ciri utama pembedaan itu adalah kalau roh itu berasal dari Allah maka roh itu pasti mengaku bahwa Yesus Kristus datang sebagai manusia (mengenakan natur manusia, selain natur Ilahi-Nya), jika tidak mengakui natur kemanusiaan Kristus, maka jelas itu bukan Roh Allah. Bidat/ajaran sesat kedua yang muncul pada abad keempat dan kelima yaitu Arianisme dari pendirinya yang adalah seorang presbiter dari Aleksandria, Arius. Bidat ini mengajarkan bahwa Kristus “sebenarnya” hanya bernatur manusia dan bukan Allah. Pdt. Paulus Daun, M.Th. dalam bukunya Bidat Kristen dari Masa ke Masa menyatakan pandangan Arius, Menurutnya, jika Tuhan Yesus memiliki sifat ilahi yang sama dengan Allah, ini akan merugikan kemuliaan dan kewibawaan Allah. Sebab itu ia berpendirian bahwa Yesus adalah ciptaan Allah yang sulung dan tertinggi derajatnya. Kemudian melalui Dia, Allah menciptakan segala sesuatu. Yesus bukan dari kekal adanya, melainkan dibentuk dari yang tidak ada (non existence) menjadi ada. (Daun, p. 40) Pandangan ini tidak mengakui natur Ilahi-Nya dan hanya mengakui natur manusia-Nya. Pada waktu itu dalam konsili di Nicea pada tahun 325 A.D. ajaran sesat ini dinyatakan sesat (Daun, p. 40), tetapi ajaran ini dimunculkan kembali di abad postmodern oleh seorang “pendeta” mantan Islam yaitu Jusufroni yang mengembangkan doktrin sesat ini dengan mengatakan bahwa Yesus Kristus hanya Firman Allah (bukan Allah), jadi yang perlu disembah adalah Allah, bukan Kristus. Kalau ditelusuri, pandangannya ini diracuni oleh pandangan agamanya dahulu dan dia membangun paradigma doktrin ini dengan tujuan agar kepercayaan “Kristen” dapat menjadi “berkat” bagi agamanya dahulu, sehingga orang-orang dari agamanya dahulu dapat mengerti ke“Kristen”an yang sudah dia konstruksi ulang. Dan yang lebih parah lagi, ajaran ini juga meracuni ke“Kristen”an dalam pandangan “theologia” religionum atau social “gospel” yang mengilahkan “God”-centered “theology” dan meniadakan Christ-centered Theology. Terhadap hal ini, mengutip perkataan Rasul Paulus, “... jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” (Galatia 1:9) Selain dua keanehan doktrin di atas, pada tahun 448, seorang sarjana theologia yang bernama Eutyches yang saat itu menjabat sebagai pimpinan gereja di Konstantinopel mengemukakan pendapat yang lebih aneh lagi. Ia mengatakan bahwa dua natur Kristus melebur menjadi satu dan menghasilkan natur ketiga. Lalu, ia juga mengemukakan bahwa Di dalam tabiat yang bercampur ini, tabiat Ilahi melampaui tabiat kemanusiaan. Sebab itu, tabiat kemanusiaan Yesus terhisap dalam tabiat ilahi-Nya. Karena tabiat ilahi ini sudah bercampur dengan tabiat kemanusiaan, maka tabiat ilahi ini sudah tidak sama lagi dengan tabiat ilahi yang dulu (sebelum kedua tabiat ini bercampur).(Daun, pp. 42-43) Pada waktu itu, ajaran ini dianggap sesat oleh Paus Leo I yang akhirnya menelorkan Konsili di Chalcedon.

Theologia Reformed mengajarkan kesatuan dari dua natur Kristus yaitu natur keIlahian dan kemanusiaan-Nya. Mengapa hal ini begitu penting ? Mari kita memperhatikan signifikansinya. Kristus di dalam Alkitab adalah bernatur Ilahi, karena hanya Allah saja yang dapat menebus dosa manusia, lalu Kristus juga bernatur manusia, karena hanya manusia saja yang dapat mati. Ketika Kristus hanya bernatur Ilahi dan bukan manusia, berarti Allah bisa mati, dan ini sudah menyalahi kodrat bahwa Allah itu kekal. Sedangkan ketika Kristus hanya bernatur manusia dan bukan Ilahi, maka penganut ajaran ini juga sedang bermimpi bahwa manusia bisa menebus dosa manusia ! Kedua ajaran sesat ini harus ditolak karena tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab yang konsisten. Dwi natur di dalam Pribadi Kristus memberikan implikasi praktis di dalam kehidupan Kristen sehari-hari yaitu sebagai orang Kristen kita tidak boleh mendualismekan antara hal-hal rohani/spiritual dengan hal-hal jasmani karena Kristus sendiri selain bernatur Ilahi, juga bernatur insani/manusia. Memegang filsafat dualisme ini sama dengan mempercayai adanya pemisahan natur Kristus dan itu identik dengan bidat/sesat !

5.3 Tiga Jabatan Kristus

Terakhir, sesuai theologia Reformed di dalam Katekismus Singkat Westminster pasal 23, sebagai Penebus, Kristus melaksanakan tiga jabatan, yaitu sebagai nabi, imam dan raja. (Williamson, 2006, p. 135) Lebih lanjut, G. I. Williamson menjelaskan bahwa sebagai nabi, Kristus menyatakan Firman Allah kepada kita ; sebagai imam, Kristus mempersembahkan diri-Nya (pengorbanan) ; dan sebagai raja, Kristus adalah Raja atas segala raja yang berkuasa atas diri kita. Mari kita akan menelusuri ketiga jabatan Kristus ini satu per satu.

Sebagai nabi, Katekismus Singkat Westminster pasal 24 menyatakan,Kristus melaksanakan jabatan sebagai seorang nabi, dengan menyatakan kepada kita, (Yohanes 1:18) melalui firman dan Roh-Nya, (1 Korintus 2:13) kehendak Allah bagi keselamatan kita. (2 Timotius 3:15) (Williamson, 2006, p. 143) Sebagaimana telah dibahas pada poin doktrin Allah, maka kita harus mengerti bahwa Kristus adalah Penyataan diri Allah secara khusus dalam bentuk tidak tertulis/langsung hanya kepada umat pilihan-Nya. Melalui Dia, kita mengenal diri Allah beserta atribut-atribut-Nya. Oleh karena di dalam Kristus ada jalan dan kebenaran dan hidup (Yohanes 14:6), maka sudah seharusnya orang Kristen dan gereja beriman di dalam Kristus dan firman-Nya, Alkitab, karena di dalam Alkitab, Allah menyatakan diri-Nya secara langsung dan seluruh Alkitab berpusat kepada Kristus. Ketika orang Kristen dan gereja tidak lagi memusatkan hidup dan pengajarannya pada Kristus, perlu dipertanyakan iman Kristennya, karena Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan satu prinsip : Christianity is Christ (keKristenan adalah Kristus) ! Tanpa Kristus, keKristenan tak pernah ada. Di dalam Kristus sebagai nabi pula lah kita menemukan pengetahuan, karena, He is our wisdom not only in the sense that he tells us how to get to heaven ; he is our wisdom too in teaching us true knowledge about everything concerning which we should have knowledge. (Dia adalah Kebijaksanaan/Bijak kita bukan hanya dalam pengertian bahwa Dia memberi tahu kita bagaimana ke Surga ; Dia adalah Kebijaksanaan kita juga dalam mengajar kita pengetahuan sejati tentang segala sesuatu yang mana kita seharusnya memiliki pengetahuan.) (Van Til, 1955, p. 17)

Sebagai imam, Katekismus Singkat Westminster pasal 25 menyatakan, Kristus melaksanakan jabatan-Nya sebagai imam, dengan mempersembahkan diri-Nya sendiri (cukup hanya) satu kali sebagai korban untuk memuaskan keadilan ilahi, (Ibrani 8:1 ; 9:28) dan mendamaikan kita dengan Allah ; (Ibrani 2:17) dan terus-menerus menjadi Pengantara bagi kita. (Ibrani 7:25)(Williamson, 2006, p. 151) Di dalam pasal 25 ini, sebagai imam, Kristus mempersembahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (bukan semua orang). Kristus menebus banyak orang bukan semua orang berarti ada penebusan terbatas yang sepenuhnya tergantung pada kedaulatan Allah yang telah memilih beberapa manusia untuk ditentukan, dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan (Roma 8:29-30). Hal ini telah dijelaskan pada poin Doktrin Keselamatan. Lalu, pasal ini juga mengajarkan adanya penebusan Kristus yang satu kali untuk selama-lamanya. Berarti, tidak ada penebusan Kristus untuk kedua atau ketiga atau kesekian kalinya. Inilah keunikan penebusan Kristus, sekali untuk selama-lamanya. Sangat disayangkan, gereja Katolik Roma khususnya di Filipina dalam memperingati Jumat Agung, banyak jemaatnya “ikut merasakan penderitaan Kristus” dengan ikut-ikutan disalib sungguhan. Bagi saya, itu adalah penghinaan terhadap pengorbanan Kristus di salib, bukan ikut merasakan penderitaan Kristus. Selanjutnya, di dalam pasal 25 ini, kita mendapati adanya tiga sifat di dalam penebusan Kristus. Pertama, mempersembahkan diri-Nya untuk menggantikan manusia pilihan-Nya yang berdosa (Substitusi). Ini berarti kematian manusia yang harus ditanggung oleh semua manusia yang berdosa telah ditanggungkan/digantikan oleh Kristus dengan mati disalib untuk menebus dosa manusia pilihan-Nya. Kedua, memuaskan keadilan Ilahi/meredakan murka Allah. Semua dosa manusia harus ditanggung oleh manusia sendiri. Itulah keadilan yang dituntut Allah bagi manusia. Tetapi Ia sendiri sadar bahwa manusia tidak mampu melakukannya, maka Kristus diutus untuk menebus dosa manusia. mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah yang dahulu terputus akibat dosa. Ketiga, mendamaikan manusia dengan Allah (Propisiasi). Artinya, penebusan Kristus merekatkan kembali hubungan Allah yang Mahakudus dengan manusia yang berdosa yang dahulu terputus akibat dosa. Sehingga kematian Kristus mengembalikan fungsi asli manusia sebagai peta teladan Allah yang dahulu sudah terpolusi oleh dosa. Kematian Kristus juga membuka peluang manusia dapat berkomunikasi dengan Allah secara langsung di mana sebelumnya manusia berkomunikasi dengan Allah melalui para nabi-Nya. Hal ini dinyatakan dengan terbelahnya tirai Bait Allah menjadi dua ketika Kristus mati (Matius 27:51).

Sebagai raja, Katekismus Singkat Westminster pasal 26 menyatakan, Kristus melaksanakan jabatan-Nya sebagai raja, dengan menaklukkan kita kepada diri-Nya, (Mazmur 110:3) memerintah serta melindungi kita, (Yesaya 33:22 ; 32:1-2) dan mengekang serta menaklukkan semua musuh-Nya maupun musuh kita. (1 Korintus 15:25) (Williamson, 2006, p. 159) Dari pasal ini, kita menemukan tiga tindakan Kristus sebagai Raja, yaitu, pertama, menaklukkan kita kepada diri-Nya. Dalam hal ini, Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The Defense of The Faith memaparkan tentang hubungan jabatan Kristus sebagai imam, raja dan nabi, He died for us to subdue us and thus gave us wisdom.(Dia mati bagi kita untuk menundukkan kita dan kemudian memberikan kita kebijaksanaan.) (Van Til, 1955, p. 17) Kedua, memerintah serta melindungi kita. Selain menaklukkan kita, Kristus juga memelihara hidup kita dengan memerintah dan melindungi kita. Ada providensia (pemeliharaan) Kristus di dalam hidup anak-anak Tuhan meskipun mereka harus menanggung penderitaan dan penganiayaan karena nama-Nya (Matius 16:24). Ketiga, menaklukkan para musuh-Nya dan musuh kita. Kristus memelihara hidup kita bukan hanya melindungi kita tetapi juga menghajar, mengalahkan dan menaklukkan para musuh-Nya dan musuh kita, yaitu iblis dan kroni-kroninya. Pemerintahan Kristus sebagai Raja atas segala raja menghancurkan kuasa iblis. Oleh karena itu, sebagai anak-anak-Nya, kita harus bersatu padu menghadirkan Kerajaan Allah di dalam kehidupan kita sehari-hari selama Kerajaan 1000 tahun (bukan dimengerti secara harafiah) ini untuk kemuliaan Allah saja. Ingatlah, kemenangan ada di pihak Allah, bukan di pihak iblis, oleh karena itu, Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.” (1 Petrus 5:8-9)

5.4 Finalitas Kristus dan Signifikansinya

Dari ketiga poin yang telah dibahas, maka kita dapat menyimpulkan suatu prinsip yang tegas bahwa : Kristus adalah satu-satunya jalan manusia diselamatkan, dibenarkan, memperoleh kebenaran dan hidup itu sendiri. Apakah alasannya ? Mari kita akan menelitinya sambil mengimplikasikannya.

Pertama, Kristus adalah satu-satunya jalan manusia diselamatkan dan dibenarkan. Kisah Para Rasul 4:12 menyatakan bahwa keselamatan tidak ada di dalam siapapun kecuali di dalam Kristus. Begitu pula halnya dengan Yohanes 14:6, Kristus sendiri bersabda bahwa Dia adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup, tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa jika tidak melalui diri-Nya. Mau masuk Surga ? Tanpa melalui Kristus, sangat mustahil adanya ! Mengapa ? Karena Kristus lah yang memegang kunci Kerajaan Surga dan barangsiapa yang masuk ke dalam Kerajaan Surga tanpa melalui Kristus, sama seperti yang Kristus nyatakan sendiri, Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.” (Yohanes 10:8) Jadi, barangsiapa yang menyangkal dan menolak Kristus, tetapi ingin masuk “Surga”, maka mereka memiliki pengharapan palsu kepada agama mereka ! Jangan berharap kepada seseorang/pribadi/sesuatu yang tidak layak untuk diharapkan ! Berharaplah kepada Kristus karena Ia adalah satu-satunya yang dapat diharapkan 100% dan bertanggungjawab. Selain itu, Kristus juga merupakan Jalan Kebenaran bagi kaum pilihan-Nya. Ini berarti Kristus menjadi Sumber Kebenaran bagi mereka yang mencari Kebenaran (khususnya orang-orang Yunani). Dengan kata lain, menurut tafsiran Pdt. Sutjipto Subeno, Yohanes 14:6 berbunyi bahwa Kristus adalah Jalan (bagi orang Yahudi), Kebenaran (bagi orang Yunani) dan Hidup (bagi kedua orang ini). Mengapa hanya disebut dua bangsa yaitu Yahudi dan Yunani ? Karena kedua bangsa ini mewakili dua kebudayaan, yaitu Ibrani/Yahudi menitikberatkan sisi emosional dan rohani/spiritual, sedangkan bangsa Yunani menitikberatkan pada pencarian kebenaran (sisi rasional). Ketika mereka ingin mencari jawabannya, Kristus lah Jawaban itu. Tetapi pada saat mana kah Kristus menjawab pertanyaan dan menghentikan pencarian itu ? Pada saat Ia kaya, berkelimpahan, tampan ? TIDAK. Justru, Kristus menyediakan satu-satunya Jawaban itu di atas kayu salib. Paulus mengajarkan, Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” (1 Korintus 1:22-25) Bagi orang Yahudi dan Yunani yang menghendaki tanda/mukjizat dan hikmat, Kristus yang tersalib menjadi jawabannya di mana jawaban itu melampaui semua keinginan dari kedua orang itu. Mengapa ? Karena : pertama, di dalam salib Kristus tidak ada mukjizat yang dapat disaksikan, karena Kristus tidak turun dari salib untuk menyatakan kuasa-Nya. Kedua, di dalam salib Kristus tidak ada hikmat, karena Kristus yang disalib yang diperlakukan tidak adil, tetapi Ia tidak memberontak dan mencaci (padahal orang-orang “berhikmat” selalu mengajarkan bahwa ketika orang lain memperlakukan dirinya tidak adil, maka dirinya harus membela diri dengan argumentasi yang logis). Lalu, bagi Paulus, hanya umat pilihan-Nya sajalah yang mampu mengerti misteri ini !

Kedua, Kristus adalah Sumber Hidup manusia. Selain sebagai Jalan dan Kebenaran, Ia juga adalah Hidup itu sendiri atau Sumber Hidup. Artinya, Dia adalah satu-satunya Sumber Hidup yang patut dipercayai di mana semua manusia harus berharap, beriman dan berserah di dalam-Nya. Manusia dunia sejak zaman rasionalisme sampai abad postmodern ini sedang kehilangan jati diri dan hidup, sehingga mereka mulai berpikir dan bertingkah sesuatu yang aneh dan gila, misalnya mulai dari berpikir filsafat atheis dualisme, materialisme, humanisme sampai bertindak membunuh, dan hal-hal tidak senonoh lainnya (seperti banci, homo, lesbian, dugem, dll). Itulah akibat dosa (lihat Bab 3 khususnya tentang akibat dosa). Lalu, bagaimana menyelesaikannya? Tidak ada jalan lain, hidup manusia supaya menemukan makna sejati harus dikembalikan kepada Kristus yang adalah Sumber Hidup. Artinya, harus ada pertobatan total di dalam diri manusia. Bagi saya, pertobatan merupakan perubahan pertama-tama dalam aspek motivasi. Mengapa ? Karena manusia dunia yang hidupnya liar selalu mengatakan, berpikir, dan bertindak dengan motivasi yang tidak bertanggungjawab. Pertobatan dalam aspek kedua mencakup perubahan dalam hati dan pikiran yang nantinya mempengaruhi pola perilaku dan tindakan kesehariannya. Jika semua unsur dalam diri manusia sudah berubah, maka mereka pasti menemukan makna hidup yang sejati di dalam Kristus, dan tidak perlu membaca buku-buku tentang motivasi seperti buku Purpose Driven Life, dll. Selain pertobatan, harus ada komitmen total di dalam Kristus. Artinya, kita harus memiliki komitmen untuk menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Raja atas seluruh hidup kita, karena Kristus adalah Sumber Hidup. Dalam hal apa kita men-Tuhan-kan Kristus ? Kita akan membahasnya satu per satu.

Pertama, Kristus sebagai Tuhan dalam hidup keseharian kita. Ini berarti kita harus taat mutlak kepada perintah dan kehendak-Nya serta menjadikan firman-Nya sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan penghakim semua filsafat kita dan dunia berdosa. Meniadakan otoritas Alkitab dan menyembah filsafat atheis manusia berdosa berarti tidak layak disebut Kristen ! Menjadikan firman-Nya sebagai otoritas kebenaran berarti kita harus mau dikoreksi oleh Kristus sendiri melalui Roh Kudus lalu kita pun harus mengoreksi filsafat dan pemikiran berdosa dari orang lain supaya mereka pun kembali kepada Kristus. Berarti, percaya kepada Alkitab bukan hanya berdampak kepada diri tetapi juga bagi orang lain.

Kedua, Kristus sebagai Tuhan dalam hidup keluarga kita. Berarti, konsep Kristus sebagai Kepala dan jemaat sebagai anggota-Nya harus menjadi teladan bagi hubungan keluarga khususnya antara suami dan istri. Paulus menjelaskan konsep ini di dalam Efesus 5:22-33. Di dalam konteks ini, kita akan mendapatkan pelajaran, yaitu : pertama, adanya konsep tunduk (Efesus 5:22-24). Keluarga yang beres dimulai dari suami sebagai kepala keluarga harus beres dan bertanggungjawab dalam mengurus rumah tangga sama seperti Kristus sebagai Kepala gereja yang juga bertanggungjawab mengurus dan mengepalai gereja-Nya. Jika suami tak dapat mengurusi rumah tangga, maka itu berarti juga merendahkan Kristus. Lalu, istri (sama seperti jemaat) harus tunduk kepada suami (sama seperti Kristus). Kedua, konsep mengasihi (Efesus 5:25-29). Artinya, suami harus mengasihi istrinya sama seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Sama seperti Kristus yang mengasihi jemaat-Nya dengan mengorbankan diri-Nya bagi mereka, maka suami pun harus siap mengorbankan diri bagi istrinya ketika ada bahaya dan dalam situasi apapun. Ketiga, konsep persekutuan dan hubungan (Efesus 5:32-33). Berarti di dalam hubungan keluarga harus ada persekutuan dan keintiman sama seperti hubungan Kristus dan jemaat yang terjalin mesra.

Ketiga, Kristus sebagai Tuhan di dalam ibadah kita. Ibadah gereja yang tidak berpusatkan kepada Kristus bukan ibadah sejati, karena Kristus lah yang harus dipuji di dalam ibadah gereja. Ketika gereja tidak lagi mengkhotbahkan Kristus yang tersalib, maka gereja itu tidak layak disebut gereja. Jadi, kriteria gereja sejati adalah : pertama, berpusatkan Kristus. Kedua, mengajak jemaat bersama-sama memuliakan Kristus di dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, melangsungkan mandat yang Kristus perintahkan : mandat budaya, mandat Injil dan melakukan sakramen. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada Doktrin Gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar