Mesin Pencarian

Senin, 05 Januari 2009

Hikmah Sebuah Teguran

oleh : Ir. Herlianto, M.Th.

“Beritakan firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (2 Timotius 4:2-5)

Ada yang mengatakan agar kita jangan mengkritik dosa orang lain karena kitapun orang berdosa, sebaiknya kita mendoakan mereka saja. Perlukah sebuah kritik atau teguran? Memang kritik atau teguran yang dikarenakan hawa nafsu dan egoisme tidak benar sekalipun ada kebenarannya, tetapi kritik yang tulus untuk menuju perbaikan kelihatannya disuruh Tuhan karena mengingatkan orang-orang yang terpeleset agar tegak kembali.

Pernah ketika menjadi dosen disatu universitas ada dua mahasiswa datang menghadap dan meminta restu untuk mengadakan acara pesta akhir tahun. Nasehat yang saya berikan adalah: “Tepatkah mengadakan acara demikian ditengah krisis universitas yang kala itu jatuh bangun dalam proses survivalnya?” Yang menjadi soal, pendeta mahasiswa mengatakan kepada mereka ‘nggak apa-apa!’ Alhasil, beberapa bulan kemudian keduanya mengalami musibah, yang satu bentrok dengan rektor dan dischors dan yang lainnya kedua orang tuanya mengalami tabrakan dan meninggal dunia. Dalam situasi demikian bersama seorang mahasiswa PMK, saya mengunjungi keduanya dan mendoakan dan menguatkan mereka menghadapi musibah sambil menghubungi rektor untuk meminta keringanan schorsing. Belasan tahun berlalu, yang satu pindah ke Jakarta dan ketika saya melayani salah satu kampus di Jakarta ia yang sudah lulus dikampus itu dan mengajar disitu menjumpai saya dan dengan senyum ramahnya menjabat tangan saya. Beberapa tahun yang lalu ketika saya berkotbah di salah satu gereja, yang kedua orang tuanya meninggal mengunjungi gereja itu dan menjabat tangan saya sambil mengundang menginap di rumahnya! Biasanya kalau dialami musibah, seseorang baru mengerti dengan benar makna sebuah teguran yang membangun!

Seorang pemuda saya tegur karena bermain-main dengan narkoba dan ia merasa tidak enak berhadapan dengan sipengkritik ini. Beberapa tahun yang lalu ketika saya mengunjungi sebuah gereja Baptis dikota lain, kebetulan gereja itu sedang mengundang pengkotbah luar, pendeta itu berkotbah “Saya dulu pengisap narkoba dan bersyukur ada seorang pendeta menegur saya dan saya lihat malam ini duduk dibelakang bersama isterinya diruang gereja ini.” Ia memang kemudian bertobat, dan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan bahkan sampai melanjutkan studi di Amrik.

Buku ‘Teologi Sukses’ (sekarang cetakan ke-5) yang penuh kritik dimusuhi oleh pendeta-pendeta sebuah denominasi kharismatik yang besar, bahkan salah satu pendetanya yang punya gereja terbesar diatas mimbar mengumumkan agar membakar buku TS tersebut, alhasil buku malah laku keras dan dicetak berulang-ulang. 6 bulan yang lalu, belasan tahun setelah buku itu terbit, saya diundang ceramah dalam pertemuan para pendeta sinoda itu yang sedang berkumpul di Jakarta dari seluruh Indonesia, dan sebelum ceramah banyak pendetanya menyalami saya dan mengatakan bahwa sudah membaca buku TS dan banyak mendapat berkat!

Beberapa hari setelah dirilisnya di beberapa milis artikel ‘Tragedi Teologi Sukses’ seorang ibu tokoh gereja di Semarang yang sering mendengar kotbah pendeta sukses yang diceritakan mengucapkan dukungannya atas artikel itu. Ia mengatakan kesedihannya bahwa: “Sayang banyak pendeta dan jemaat tidak berani mengkritik perilaku salah para pendeta/penginjil karena takut dan hanya mengatakan pujian saja atas perilaku penginjil KKR demikian, padahal itu diperlukan.” Belum lama ini ada pendeta dengan gereja besar yang pernah berkotbah untuk mengubah batu menjadi berlian (asalkan seseorang memberikan persembahan uang yang besar) terlibat jerat hutang piutang miliaran rupiah. Ia terjerat daya tarik mamon dengan cara menggolangkan persembahan besar yang masuk agar berbunga-bunga!

Majalah ‘Jakarta-Jakarta’ (4-10 Maret 1988) pernah mengulas artikel berjudul ‘Agama, Uang dan Seks’ ketika Jim Bakker dan Jimmy Swaggart jatuh dari singgasana mereka.

Tim Storey, seorang penginjil Amrik ketika berkotbah di Surabaya pada bulan Oktober 1997 menantang jemaat untuk “Memberi lebih besar dari yang sanggup mereka berikan!” Ia memberi sugesti bahwa “Dalam waktu tiga bulan Anda bakal mendapat mujizat keuangan yang besar!” Alhasil, tiga bulan kemudian terjadi krismon dimana kurs dolar naik enam kali lipat. Tentu hadirin KKR itu yang menyimpan uangnya dalam bentuk dolar berbunga-bunga karena uang mendadak menjadi 5 kali lebih besar, tetapi bagaimana dengan sebagian besar jemaat yang lebih cinta uang rupiah sebagai simpanannya? Kasus ini sempat menjadi reklame jelek bagi kekristenan karena dimuat sebuah harian dengan judul ‘Mereka Tidak Kehilangan Bahkan akan Panen Besar’ (Suara Indonesia, 7 Oktober 1997).

Seorang penginjil sukses di Jakarta pernah malam-malam tertangkap polisi ketika naik taksi karena kedapatan membawa uang dolar palsu sekoper penuh yang katanya titipan jemaat yang orang asing! Dengan permainan uang kasusnya dilupakan polisi! Seorang ekonom beken yang bermukim di Amrik menanggapi artikel ‘Tragedi Teologi Sukses’ mengungkapkan keprihatinannya mengenai adanya ‘konspirasi’ dibalik KKR-KKR yang berisi ‘fund-raising’. Diceritakan bahwa di US pernah ada film berjudul ‘Leap of Faith’ (dibuat di tahun 1992 ketika ramainya skandal Jim Bakker dan Jimmy Swaggart) dibintangi Steve Martin (komedian) sebagai pendeta dengan "miracle' yang fake, tapi di akhir cerita muncul miracle beneran, anak yang jalan pakai tongkat bisa berjalan sendiri dan hujan turun setelah dinantikan suatu kota kecil. Tapi disitu juga dibongkar tentang "pasien yang pura pura sakit, sembuh karena miracle" tapi semua adalah "gangnya si pendeta".

Banyak lagi kasus-kasus ‘jerat mamon’ dialami pendeta/penginjil yang bermain-main dengan ‘persembahan jemaat,’ soalnya penekanan pada hukum ‘tabur tuai’ dan ‘perpuluhan’ menyebabkan jemaat terhipnotis secara masal dalam KKR Teologi Sukses dan memberikan persembahan yang luar biasa banyak dan sesudah itu ‘uang panas’ itu akan meminta korban, apakah arogansi, apakah jerat pencucian uang, atau korupsi, yang jelas jemaat akan gigit jari karena ia tetap terkena PHK dan banyak pengusaha perusahaannya pailit, sedangkan pendeta/penginjil itu tabungannya membengkak!

Jonggi Cho yang ditahun 1980 dan 90-an sempat dielu-elukan orang-orang Indonesia karena kotbah-kotbahnya yang menekankan berkat materi (banyak dikritik dalam buku Teologi Sukses) dan membangun gereja terbesar di dunia, pernah disebutkan seorang teman baik yang menjadi bendahara panitia KKRnya di Jakarta, tersinggung dan marah ketika panitia tidak berhasil menginapkannya di hotel bintang lima yang sedang penuh. Ketika Krismon melanda Korea di tahun 1997, jemaatnya yang statistiknya naik terus itu tiba-tiba mengalami stagnasi dan banyak jemaatnya mundur dari gereja itu dan kembali kepada ajaran agama tradisional. Soalnya kala itu banyak perusahaan pendukungnya palit dan banyak jemaat terkena PHK massal! Mereka menyadari bahwa ‘Tuhan Cho’ ternyata tidak lebih besar dari ‘dewa-dewi’ nenek moyang mereka.

Seperti keluhan tokoh wanita di Semarang itu, memang benar banyak orang takut mengkritik pendetanya sekalipun pendeta itu berbuat salah (yang umum jerat kekayaan dan seksual), tetapi melihat makin banyaknya skandal menimpa para pendeta dan penginjil, sudah tiba saatnya jemaat bangun untuk berani mengingatkan dan menegur penginjil dan pendeta mereka dan menjadikan gereja bukan sebagai tempat berjual beli melainkan sebagai tempat berdoa dan mendengarkan firman Tuhan, bukan dengan semangat iri-hati atau dengki, tetapi dengan semangat agar kerajaan Allah makin bersih dari penyalah gunaan para penginjil/pendeta yang mengatas namakan Tuhan tetapi memeras jemaat, sebelum makin banyaknya korban yang terus menerus akan berjatuhan. Jemaat yang terus-menerus memuja penginjil/pendeta yang kotbahnya mengenai berkat Tuhan menarik hati dan menyenangkan telinga mereka justru akan menjatuhkan pendeta/penginjil tersebut.

Saudara-saudara, doakanlah kami.(1 Tesalonika 5:25)


Salam kasih dari Redaksi
www.yabina.org

Ir. Herlianto, M.Th. adalah pemimpin umum Yayasan Bina Awam (YABINA) dan dosen di Sekolah Tinggi Theologia Bandung. Beliau meraih gelar Insinyur (Ir.) dari Institut Teknologi Bandung, Bachelor of Theology (B.Th.) dari Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang dan Master of Theology (M.Th.) dari Princeton Theological Seminary, USA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar